Oleh :
Dr. M. R. Khairul Muluk, M.Si
Pengantar Oleh :
Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein
Guru Besar Pemerintahan Daerah FISIP UI
Sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, kebijakan desentralisasi telah mengalami beberapa kali perubahan yang ditandai dengan pasang surutnya derajat desentralisasi. Perubahan kebijakan desentralisasi ini menandai pula arah pendulum yang sering kali berubah antara structural efficiency model dan local democracy model. Era reformasi mencatat arah pendulum menuju local democracy model sesuai semangat yang dikedepankan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. UU tersebut telah diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang berusaha mempertemukan semangat efisiensi dan demokrasi, namun semangat local democracy model masih tampak kuat dengan dominannya pengaturan tentang pilkada langsung.
Memang desentralisasi pada dasarnya merupakan sebuah keniscayaan bagi penyelenggaraan pemerintahan demokratis di negara sebesar Indonesia. Kebijakan desentralisasi melahirkan pemerintahan daerah yang memiliki polical variety untuk menyalurkan local voice dan local choice, Desentralisasi dimaksudkan sebagai instrumen yang mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat yang tergolong majemuk dengan kondisi dan potensi yang beragam pula. Namun demikian, perlu pula diwaspadai bersama kemungkinan dampak negatif desentralisasi yang tak terkendali seperti munculnya republik kecil, raja kecil, dan KKN sebagai akibat lemahnya kontrol pusat terhadap daerah. Jika dampak negatif terjadi maka bukannya kemaslahatan yang diperoleh namun kemudharatan kolektif yang dinikmati. Tentu hal ini tidak dilehendaki oleh kita semua.
Diterbitkan oleh :
ITSPress bekerja sama dengan Lembaga Penerbitan & Dokumentasi FIA UNIBRAW
ISBN 978-979-8897-44-3
Selengkapnya : Peta Konsep Desentralisasi & Pemerintahan Daerah